4 Penghalang Bhineka Tunggal Ika Menurut Ust. Dr. Fahruddin Faiz
Balerumah.com – Dikutip dari chanel YouTube Ngaji Filsafat, Ust. Dr. Fahruddin Faiz berkata demikian: Bhineka Tunggal Ika ini sebenarnya jargon spiritual, tidak pertama-tama dia berarti bahwa kita berbangsa-bangsa, bersuku-suku, tapi hakikatnya satu Indonesia. Ya, itu makna selanjutnya. Tapi hakikatnya Bhineka Tunggal Ika itu jargon spiritual. Bahwa secara spiritual ketuhanan realitas itu satu. Cuma manifestasi duniawinya banyak.
Konflik itu terjadi ketika kita melihat Bhineka saja, tidak melihat bahwa kita juga Tunggal Ika. Bahwa kita Cuma satu. Tapi kita tidak mungkin melihat Ika saja tidak melihat Bhineka. Kalau melihat Ika satu saja tidak melihat terjemahannya dalam realitas, maka nanti kita jatuhnya hanya di ideal-ideal, di konsep-konsep. Jadi, Bhineka Tunggal Ika macam-macam, hakikatnya satu.
Dulu, waktu zaman Orde Baru itu semua mau di seragamkan. Fokusnya hanya pada Ikanya saja. Begitu ganti jadi Orde Refotrmasi, setiap klaster budaya boleh ngomong, yang lahir Kebhinekaan yang luar biasa. Jadi zaman Orde Baru kita fokus di Ika kehilangan Bhineka. Era Reformasi sampai hari ini kita fokus di Bhineka kehilangan Ikanya, kebersamaannya, kesatuannya.
Itu yang sebanarnya kunci permasalahannya. macam-macam boleh, tapi harus ada kesadaran kebersamaan visi yang sama, visi yang satu. Jadi, itu luar biasa nenek moyang kita. Bahkan, kayak orang jawa menerjemahkan ini kan dengan berbagai symbol slogan. Saya inget orang jawa punya sembohnyan, “mangan ora mangan ngumpul” itu kan kearifan yang luar biasa. Meskipun dari sisi keBhinekaan kita makan atau tidak makan, kita tetap satu.
Kita tidak akan saling menghianati gara-gara yang satu makan yang satu tidak makan. Hanya gara-gara materi, hanya gara-gara makanan kita tidak akan pecah. Itulah simbol “mangan ora mangan ngumpul.” Kebalikannya hari ini, “mgumpul ora ngumpul mangan”apa pun yang terjadi yang pentin bisa makan. Materi nomer satu, itukan yang kita sebut pokoknya ujung-ujungnya duit, yang penting duit. “Money is power,” uang adalah kekuatan.
Terus, hati-hati dengan 4 hal ini, ini adalah penghalangnya Bhineka Tunggal Ika. Banyak terjadi, hari ini tinggal kamu cermati.
1. Prejudice
Merupakan prasangka yang membuat kita tidak adil terhadap orang lain. Hanya karena afiliasinya dalam kelompok tertentu. Hati-hati, ini biasanya bikin kacau. Misalnya “Ah jangan deket-deket dia, dia pernah ke Iran loh.” Loh ngapain terus kalo ke Iran? “jangan deket-deket dia, dia pernah di Arab. Mesti dia terpengaruh ini padahal di Arab hanya jadi TKW atai TKI, tapi kamu sudah ilfil duluan. Itulah yang dinamakan prejudice.
2. Etnosentris
Yaitu menganggap etnisnya, kelompoknya, grupnya lebih tinggi dan lebih baik. Misalnya, “Jawa itu luar biasa, yang sana: Sumatera, Minangkabau, Bukit Tinggi. Wah, itu luar biasa. Madura itu, wah luar biasa, itu peradaban cosmopolitan, misalnya.” Itu etnosentris namanya. Merasa diri tinggi, merasa diri besar, nah itu juga sering menjadi penghalang kebhinekaan. Akhirnya kan merangking, manusia ini ada di level mana, aku ada di level mana. Itu sumber problem yang menghalangi kebhinekaan.
3. Stereotype
Stereotype itu seperti, “jangan deket-deket sama orang jenggotan.” Nah, itu hati-hati, nanti kamu diteror.”jangan deket-dekat sam yang pakai jilbab besar, jangan deket yang pake cadar.” Itu merupakan stereotype, sebelum kita ngerti yang sebenatnya, kita sudah menempelkan label, karena atribut-atribut tertentu, itulah stereotype. “Ah, dilihat dari caranya berpakaian, apalagi cara omongnya, pake ihwan, akhwat itu.
4. Diskriminasi
Diskriminasi ini lebih praktikal, orang kita kecualikan, kita haling-halangi. Seperti misalnya, “ngaji filsafat ini boleh, kecuali yang jenggotnya panjang. Kalau gak mau ada jenggotnya keluar aja.” Itu diskriminasi namanya. “yang pakai cadar gak boleh ikut ngaji, itu kan namanya diskriminasi.” Itu penghalang, ini akan jadi bibit pada saatnya mngkin kalau yang kita diskriminasi kita kecualikan punya power, dia akan membalas.
Dan ini akan jadi sumber persoalan. Maka hati-hati coba kita cermati, jangan-jangan kita melakukan prejudice, etnosentris, stereotype, dan diskriminasi. Karena ini sering jadi sumber persoalan, hati-hati. Kalau ada yang semacam ini, ini bibit-bibit konflik pasti, itu pada saatnya akan lahir kekacauan dari prejudice, etnosentris, stereotype, dan diskriminasi. Bhineka Tunggal Ika tidak akan lahir.
Via: Pixabay
Kebaikan itu ketika diterjemahkan oleh masing-masing orang, budaya, agama keluarnya macam-macam. Tapi hakikatnya Cuma satu, itulah Bhineka Tunggal Ika. Jadi, kita memang berbeda-beda tapi esensinya cuma satu, itulah Bhineka Tunggal Ika.Konflik itu terjadi ketika kita melihat Bhineka saja, tidak melihat bahwa kita juga Tunggal Ika. Bahwa kita Cuma satu. Tapi kita tidak mungkin melihat Ika saja tidak melihat Bhineka. Kalau melihat Ika satu saja tidak melihat terjemahannya dalam realitas, maka nanti kita jatuhnya hanya di ideal-ideal, di konsep-konsep. Jadi, Bhineka Tunggal Ika macam-macam, hakikatnya satu.
Dulu, waktu zaman Orde Baru itu semua mau di seragamkan. Fokusnya hanya pada Ikanya saja. Begitu ganti jadi Orde Refotrmasi, setiap klaster budaya boleh ngomong, yang lahir Kebhinekaan yang luar biasa. Jadi zaman Orde Baru kita fokus di Ika kehilangan Bhineka. Era Reformasi sampai hari ini kita fokus di Bhineka kehilangan Ikanya, kebersamaannya, kesatuannya.
Itu yang sebanarnya kunci permasalahannya. macam-macam boleh, tapi harus ada kesadaran kebersamaan visi yang sama, visi yang satu. Jadi, itu luar biasa nenek moyang kita. Bahkan, kayak orang jawa menerjemahkan ini kan dengan berbagai symbol slogan. Saya inget orang jawa punya sembohnyan, “mangan ora mangan ngumpul” itu kan kearifan yang luar biasa. Meskipun dari sisi keBhinekaan kita makan atau tidak makan, kita tetap satu.
Kita tidak akan saling menghianati gara-gara yang satu makan yang satu tidak makan. Hanya gara-gara materi, hanya gara-gara makanan kita tidak akan pecah. Itulah simbol “mangan ora mangan ngumpul.” Kebalikannya hari ini, “mgumpul ora ngumpul mangan”apa pun yang terjadi yang pentin bisa makan. Materi nomer satu, itukan yang kita sebut pokoknya ujung-ujungnya duit, yang penting duit. “Money is power,” uang adalah kekuatan.
Terus, hati-hati dengan 4 hal ini, ini adalah penghalangnya Bhineka Tunggal Ika. Banyak terjadi, hari ini tinggal kamu cermati.
1. Prejudice
Merupakan prasangka yang membuat kita tidak adil terhadap orang lain. Hanya karena afiliasinya dalam kelompok tertentu. Hati-hati, ini biasanya bikin kacau. Misalnya “Ah jangan deket-deket dia, dia pernah ke Iran loh.” Loh ngapain terus kalo ke Iran? “jangan deket-deket dia, dia pernah di Arab. Mesti dia terpengaruh ini padahal di Arab hanya jadi TKW atai TKI, tapi kamu sudah ilfil duluan. Itulah yang dinamakan prejudice.
2. Etnosentris
Yaitu menganggap etnisnya, kelompoknya, grupnya lebih tinggi dan lebih baik. Misalnya, “Jawa itu luar biasa, yang sana: Sumatera, Minangkabau, Bukit Tinggi. Wah, itu luar biasa. Madura itu, wah luar biasa, itu peradaban cosmopolitan, misalnya.” Itu etnosentris namanya. Merasa diri tinggi, merasa diri besar, nah itu juga sering menjadi penghalang kebhinekaan. Akhirnya kan merangking, manusia ini ada di level mana, aku ada di level mana. Itu sumber problem yang menghalangi kebhinekaan.
3. Stereotype
Stereotype itu seperti, “jangan deket-deket sama orang jenggotan.” Nah, itu hati-hati, nanti kamu diteror.”jangan deket-dekat sam yang pakai jilbab besar, jangan deket yang pake cadar.” Itu merupakan stereotype, sebelum kita ngerti yang sebenatnya, kita sudah menempelkan label, karena atribut-atribut tertentu, itulah stereotype. “Ah, dilihat dari caranya berpakaian, apalagi cara omongnya, pake ihwan, akhwat itu.
4. Diskriminasi
Diskriminasi ini lebih praktikal, orang kita kecualikan, kita haling-halangi. Seperti misalnya, “ngaji filsafat ini boleh, kecuali yang jenggotnya panjang. Kalau gak mau ada jenggotnya keluar aja.” Itu diskriminasi namanya. “yang pakai cadar gak boleh ikut ngaji, itu kan namanya diskriminasi.” Itu penghalang, ini akan jadi bibit pada saatnya mngkin kalau yang kita diskriminasi kita kecualikan punya power, dia akan membalas.
Dan ini akan jadi sumber persoalan. Maka hati-hati coba kita cermati, jangan-jangan kita melakukan prejudice, etnosentris, stereotype, dan diskriminasi. Karena ini sering jadi sumber persoalan, hati-hati. Kalau ada yang semacam ini, ini bibit-bibit konflik pasti, itu pada saatnya akan lahir kekacauan dari prejudice, etnosentris, stereotype, dan diskriminasi. Bhineka Tunggal Ika tidak akan lahir.